Pertama)
ditinjau dari aspek sumber daya manusia, madzhab Syafi’i adalah madzhab
terbesar dalam memproduksi mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab,
madzhab terbanyak memiliki pakar ushul fiqih, teologi, tafsir dan syarih
(komentator) hadits.
Kedua) ditinjau dari segi materi
keilmuan, madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling kokoh dari segi
sanad dan periwayatan, paling kuat dalam menjaga keotentikan teks-teks
perkataan imamnya, paling bagus dalam membedakan antara perkataan Imam
Syafi’i (aqwal al-Imam) dengan pandangan murid-muridnya (wujuh
al-ashhab), paling kreatif dalam menghukumi kuat dan tidaknya sebagian
pendapat dengan pendapat yang lain dalam madzhab. Demikian ini akan
dimaklumi oleh seseorang yang meneliti dan mengkaji berbagai madzhab.
Ketiga)
ditinjau dari segi referensi, hadits-hadits dan atsar yang menjadi
sumber materi fiqih madzhab Syafi’i telah terkodifikasi dan tertangani
dengan baik. Hal ini belum pernah terjadi kepada madzhab fiqih yang
lain. Di antara materi madzhab Syafi’i adalah al-Muwaththa’, Shahih
al-Bukhari, Muslim, karya-karya Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah,
al-Darimi, al-Nasa’i, al-Daraquthni, al-Baihaqi dan
al-Baghawi.Selanjutnya al-Imam al-Dahlawi mengakhiri kesaksiannya dengan
berkata:
وَإِنَّ عِلْمَ
الْحَدِيْثِ وَقَدْ أَبَى أَنْ يُنَاصِحَ لِمَنْ لَمْ يَتَطَفَّلْ عَلىَ
الشَّافِعِيِّ وَأَصْحَابِهِ رضي الله عنهم وَكُنْ طُفَيْلِيَّهُمْ عَلىَ
أَدَبٍ، فَلاَ أَرىَ شَافِعًا سِوىَ اْلأَدَبِ.
“Sesungguhnya
ilmu hadits benar-benar enggan memberi dengan tulus kepada orang yang
tidak membenalu kepada Imam Syafi’i dan murid-muridnya radhiyallahu
‘anhum. Jadilah kamu benalu kepada mereka dengan beretika, karena aku
tidak melihat penolong selain etika”. (Waliyullah Ahmad bin Abdurrahim
al-Dahlawi, al-Inshaf fi Bayan Sabab al-Ikhtilaf, hal. 38-39.)
Kesaksian
al-Dahlawi di atas, bahwa madzhab Syafi’i merupakan perintis dan
pemimpin umat Islam dalam ilmu hadits, sangat penting, mengingat
otoritas keilmuan al-Dahlawi sebagai seorang pakar hadits dan fiqih yang
bermadzhab Hanafi yang diakui oleh seluruh ulama, dan beliau bukan
pengikut madzhab Syafi’i. Seandainya yang berkata, seorang pengikut
madzhab al-Syafii, mungkin orang lain akan berkata, bahwa beliau sedang
memuji madzhabnya sendiri. Kesaksian tersebut diperkuat dengan fakta
sejarah bahwa pada masa silam, istilah ahli hadits identik dengan para
ulama madzhab Syafi’i. Dalam konteks ini, al-Hafizh al-Sakhawi berkata:
قَالَ
النَّوَوِيُّ رحمه الله، وَنَاهِيْكَ بِهِ دِيَانَةً وَوَرَعًا وَعِلْمًا،
فِيْ زَوَائِدِ الرَّوْضَةِ مِنْ بَابِ الْوَقْفِ: وَالْمُرَادُ
بِأَصْحَابِ الْحَدِيْثِ الْفُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةُ، وَأَصْحَابِ
الرَّأْيِ الْفُقَهَاءُ الْحَنَفِيَّةُ اهـ وَمَا أَحَقَّهُمْ بِالْوَصْفِ
بِذَلِكَ.
“Imam al-Nawawi rahimahullah berkata –betapa
hebatnya beliau dalam segi keagamaan, kewara’an dan keilmuan-, dalam
Zawaid al-Raudhah, pada bagian bab waqaf: “Yang dimaksud engan ahli
hadits adalah fuqaha Syafi’iyah, sedangkan ahl al-ra’yi adalah fuqaha
Hanafiyah”. Alangkah berhaknya mereka dikatakan demikian”. (Al-Hafizh
al-Sakhawi, al-Jawahir wa al-Durar fi Tarjamah Syaikh al-Islam Ibn
Hajar, juz 1, hal. 79.).
Di antara ahli hadits yang
mengikuti madzhab Syafi’i adalah al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili, al-Daraquthni, Abu Nu’aim,
al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Baihaqi, al-Silafi,
Ibnu Asakir, al-Sam’ani, Ibnu al-Najjar, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi,
al-Dimyathi, al-Mizzi, Ibnu Katsir, al-Subki, Ibnu Sayyidinnas,
al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi
dan lain-lain.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa ahli
hadits tidak memiliki paradigma tertentu yang menyatukan pemikiran
mereka dalam satu madzhab, baik dalam bidang fiqih maupun akidah. Ahli
hadits menyebar di berbagai madzhab keislaman, baik dalam fiqih maupun
akidah. Hanya saja, apabila dikaji secara seksama, akan disimpulkan
bahwa mayoritas ahli hadits dalam hal akidah mengikuti madzhab Asy’ari,
dan dalam hal fiqih mengikuti madzhab Syafi’i. Sehingga tidak heran
apabila dalam perjalanan sejarah, ahli hadits identik dengan madzhab
Syafi’i.
0 komentar:
Posting Komentar